Monday, January 31, 2005

The MIPES: The Dream Team

Penelusuran MIPES dilakukan oleh beberapa orang dari Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat (LPAM) Surabaya. Kita namai the Dream Team, bukan berarti yang sempurna seperti Tim NBA All Star milik Amerika, tetapi penamaan ini disebabkan oleh mimpi yang sama dari anggota peneliti kita untuk melakukan kerja akademik, kecil tapi semoga ada manfaatnya, yaitu menelusuri khazanah intelektual Islam yang selama ini nyaris terabaikan. We have the same dream, to save the nation's heritage. Tim ini bekerja sesuai dengan keahlian mereka masing masing. Mereka adalah
  1. Drs. Amiq Ahyad, MA, Adv. M (Peneliti Sejarah Sosial Intelektual Islam pada LPAM Surabaya). Amiq adalah alumni program Islamic Studies INIS dari universitas Leiden Negeri Belanda, dan melanjutkan studi lanjutannya di CNWS (Center for Non Western Studies) untuk Studi Ketimuran di universitas yang sama.
  2. Drs. Masyhudi, M. Ag (Peneliti Filologi di LPAM Surabaya). Masyhudi adalah Alumni Program Paska-Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah (sekarang UIN Syarif Hidayatullah), dia menyelesaikan thesis Magiternya dengan melakukan studi terhadap naskah rihla Ibn Battutah di bawah bimbingan Prof. Dr. Uka Tjandrasasmita.
  3. Drs Jeje Abdurrazaq, M.Ag (Peneliti Fiqh Siyasah pada Pusat Studi Pesantren LPAM Surabaya. Jeje menyelesaikan Program Magisternya di bidang Studi Islam dari IAIN Sunan Ampel Surabaya.
  4. Martin Nigel Garnett (Relawan dan Penggiat di bidang Digital Art pada Center for Cultural Studies, LPAM Surabaya ). Martin bersama Amiq telah membuat prototype bagaimana memformat MIPES dari format tulisan menjadi format digital. Sebagian kegiatan Martin di bidang digital art dapat dilihat dalam personal pagenya.

Saturday, January 29, 2005

Langitan, Maskumambang: An Intellectual Network with Several Questions

Manuskrip Karya KH Faqih Abdul Jabbar Maskumambang
Kodeks Lang 05

Posted by Hello
Manuskrip ini berjudul al-Manzuma al-Daliya Fi Awa'il al-Asyhur al-Qamariya yang berisi pemikiran KH. Faqih Abdul Jabbar Maskumambang, di bidang astronomi atau yang lebih dikenal dengan Ilmu Falak di kalangan pondok pesantren. Karya ini berkaitan dengan bagaimana mengetahui permulaan tanggal di setiap bulan Qamariyya. Karya ini ditemukan di Pondok Pesantren Langitan Tuban, meskipun sudah dicetak di percetakan Nahdhatul Ulama Surabaya (edisi cetak tersimpan di Pondok Pesantren Ihya' Ulum Dukun Gresik, koleksi Bapak KH. Afif Ma'sum.

Kodeks
Manuskrip al-Manzuma saya kodeks dengan Lang 05. Artinya kodeks MIPES akan dilakukan berdasarkan tempat dimana MIPES disimpan pada saat penelusuran kebaradaan MIPES berlangsung (Pondok Pesantren Langitan masih menyimpan sekitar 150 buah MIPES, can you imagine it's huge collection?). Lang 05 berarti bahwa Maanuskrip Al-Manzuma merupakan MIPES yang sekarang ini tersimpan di Pondok Pesantren Langitan Widang Tuban. Kodeks MIPES yang kita lakukan bisa terkesan arbiter, but we are not the only one. Kodeks Manuskrip Oriental yang ada di beberapa tempat di luar Indonesia juga berdasarkan tempat dimana Oriental Manuscript tersebut di simpan. Manuskrip Oriental yang disimpan di Universitas Leiden di beri kodeks LOr, sedangkan Manuskrip Oriental yang disimpan di British Library diberi kodeks BOr. Artinya preseden dalam dunia filologi dalam hal kodeks bukannya tidak pernah ada.

Langitan, Maskumambang: An Intellectual Network with Several Questions
Ketika menemukan Manuskrip al-Manzuma di Pondok Pesantren Langitan Widang Tuban dan edisi cetaknya di Pondok Pesantren Ihya' Ulum Dukun Gresik, timbul beberapa pertanyaan yang menggelitik. Sebab Maskumambang di satu sisi, dan Langitan serta Ihya Ulum di sisi lain saat ini memiliki afiliasi pemikiran keagamaan yang berlainan dan cenderung kontradiktif secara radikal. Maskumambang berafiliasi ke faham Wahhabi, sedang dua pesantren lainnya berafiliasi ke faham Aswaja. Pertama, apakah terjadi pergeseran pemikiran di lingkungan ketiga pondok pesantren tersebut? apakah faham Aswaja berkembang di Maskumambang kemudian bergeser ke faham Wahabi, ataukah justru sebaliknya kedua pondok pesantren lainnya pada awalnya berafiliasi ke faham Wahhabi kemudian bergeser ke faham Aswaja? Kedua, apakah terjadi pergeseran orientasi faham Aswaja? pada awalnya bermakna mereka yang berpegang teguh kepada ajaran Al-Qur'an dan Al-Sunna kemudian bergeser menjadi faham yang secara sociologis menjadi social marking bagi hanya kalangan Nahdhatul Ulama. Ketiga, bagaimana pola diseminasi MIPES di lingkungan pondok pesantren di Indonesia? apakah terdapat hubungan antara diseminasi MIPES dengan intellectual network dan apakah juga diseminasi MIPES berimplikasi pada sikap antara kelompok Modernis dan Tradisional Islam di Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu saja perlu memperoleh jawaban dari para peneliti Sejarah Sosial dan intelektual Islam Indonesia, sekaligus mengharuskan mereka untuk menjadikan MIPES sebagai sumber penulisan sejarah mereka. Gotcha my point?

Thursday, January 27, 2005

Where The MIPES are preserved?

Menelusuri Keberadaan MIPES ibarat mengurai benang kusut. Keyakinan yang sulit untuk dibuktikan. Indonesia berpenduduk mayoritas Muslim, jawabannya adalah absolutely yes!! (Biro Statistik jauh lebih tahu dari saya). Indonesia memeliki ribuan pondok pesantren, oh itu tidak bisa diragukan. Subdit Pembinaan Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Departemen Agama RI, 1997 mendata 9388 pondok pesantren di seluruh Indonesia. Dan harus dicatat masih banyak yang belum terdata. Indonesia memiliki banyak ulama dalam setiap periode sejarah, oh jangan meragukan klaim ini. Sebagian besar ulama Indonesia adalah individu yang prolific (aktif menulis), sebagaian besar orang Islam mempercayai ungkapan ini. Tetapi ironisnya sangat sedikit yang mampu menunjukkan jejak intelektualnya. Jarang yang bisa menunjukkan keberadaan Manuskrip yang pernah ditulisnya.
Akhirnya kita berkutat pada tradisi lisan dari mulut ke mulut tentang karya tulis para ulama Islam Indonesia. Mereka yang prusatated dalam pencarian khazanah intelektual para ulama Islam Indonesia yang "diyakini" banyak akhirnya menarik nafas dalam sambil berujar "The pesantren is their living book." Oops!!
Problemnya sebenarnya sederhana, tapi complicated sekaligus critical. Ekskavasi akademik terhadap dunia pesantren belum menyentuh ke wilayah ini. Kalau pernah dilakukan, tembok besar menghadang. Profan dianggap sakral. Manuskrip yang berisi informasi intelektual seringkali dianggap sebagai amulet alias jimat yang memiliki nilai sakral. Sebab itu banyak penyimpan Manuskrip tidak mau membuka pintu almari penyimpannya untuk hanya sekedar diinventarisir dalam bentuk Kodeks MIPES. Apakah perlu gerakan desakralisasi MIPES untuk menghancurkan tembok penghalang tersebut? Saya kira tidak perlu, tetapi bagaimana ya.... kitman al-`ilm adalah gejala sosial yang cukup dicela oleh ajaran agama Islam. Intinya sebetulnya sederhana. Yang menganggap MIPES sebuah warisan yang sakral, boleh lah yang penting maau membolehkan the other mengakses informasinya. Desakralisasi MIPES akan merupakan rekayasa sosial yang memakan waktu tidak sebentar sedangkan kita berpacu dengan waktu bersama kehancuran MIPES akibat perawatan yang apa adanya, dimakan rayap dan hancur karena bencana alam. Bila MIPES gagal kita temukan maka ummat Indonesia Indonesia akan menjadi komunitas yang tidak memiliki tradisi tulis dalam era manuskrip. Wahh!!! Never let this horrible nightmare comes true ladies and gentlemen.
Nah sekarang stop NATO (No Action Talk Only) kawan kawan yang merasa pernah menemukan jejak MIPES di pondok pesantren, saya sangat menghargai bila mau berbagi informasi di glogger ini dengan menulis komentar, atau mengirim ke email saya a_ahyad@yahoo.com

Manuskrip Islam Pesantren ?

Saya mencoba memperkenalkan istilah ini, Manuskrip Islam Pesantren (selanjutnya disebut MIPES), dalam khazanah Filologi Islam Indonesia tahun 2003 sejak keterlibatan saya dalam penelusuran keberadaan Khazanah Islam Klasik yang dibiayai oleh Litbang Departemen Agama RI bersama tim dari Lembaga Penelitian IAIN Sunan Ampel Surabaya. Terma ini merupakan istilah yang diperuntukkan untuk Manuskrip (Buku yang ditulis dengan mempergunakan tulisan tangan) untuk menjelaskan, menafsirkan ajaran Islam yang telah berkembang di Indonesia sejak agama ini diperkenalkan di wilayah Nusantara dan masih tersimpan di pondok pesantren. Dengan ungkapan lain adalah MIPES sangat erat kaitannya dengan tradisi pengajaran ilmu ilmu keislaman yang telah melembaga dalam lembaga pesantren. Tidak hanya itu, MIPES merupakan bukti arkeologis tentang proses pribumisasi Islam di Indonesia yang telah berlangsung berabad-abad lamanya. MIPES juga menjadi jendela bagi penguraian benang kusut yang selama in tidak memiliki bukti empiris bahwa Islam telah bersinggungan dengan budaya lokal. Islam bukan teks yang monolitis, tetapi multi entitas. Dan the least but the most important adalah MIPES akan membawa peminatnya ke sebuah lorong Kearifan Lokal (local wisdom). MIPES menyediakan segudang informasi tentang Islam from the Edge (meminjam istilah Richard W. Bulliet) khas Indonesia. Pengkaji Post-Colonial studies, peminat sub-altern studies, dan murid Gayatri Chakravorty Spivak akan masuk dalam euphoria studi yang nyaris tanpa batas di tengah hamparan MIPES. Do you?

Free Vote Caster from Bravenet.com